Setahun kemudian .....
Wina membuka amplop-amplop surat itu dengan airmata berlinanga. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih di penuhi bunga.
Angga, suamiku ......
Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja di kantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku begitu mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas angin ketika kamu hanya diam dan memenuhi keinginanku. Aku pikir, aku si Putri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga kamu mau melakukan apa saja untukku.
Ternyata aku keliru. Aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukaimu. Aku melihat matamu begitu terluka. Ketika kau berkata :
Kenapa Lanie ?
Kenapa kamu mesti cemburu ?
Dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku.
Aku tidak peduli, dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya. Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita sempurna yang engkau inginkan.
Istrimu,
Lanie.
Di surat yang lain,
...... Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, sepertinya aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Wina ....
Di surat yang kesekian,
...... Aku bersumpah akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah berubah Angga. Engkau lihat, aku tidak lagi marah-marah padamu, aku tidak suka banting-banting barang dan berteriak ketika emosi. Aku belajar masak, dan selalu membuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan suka menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang ke rumah. Dan aku selalu menelponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur di samping tempat tidurmu, di rumah sakit daat engkau di rawat, karna penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah.
Meslipun belum terbit juga sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha menantinya ....
Wina menghapus airmata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya. Di peluknya Alika yang tersedu-sedu disampingnya.
Di surat terakhir ...... Pagi ini,
.......... Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke 9. Tahun lalu engkau tidak pulang ke rumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang karena hari ini aku akan masak masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya di rumah Bude Tati sampai kehujanan dan basah kuyup.
Karena waktu pulang hujannya deras sekali dan aku hanya mengendarai motor. Saat aku tiba di rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekwatiran di matamu. Engkau memelukku dan menyuruhku cepat ganti baju agat tidak sakit.
suamiku ....
andai engkau tahu, selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar ke khawatiran itu dari matamu. Inikah tanda-tanda cinta mulai bersemi di hatimu?Alika menatap Wina dan kemudian bercerita,
Siang itu mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan di wajah mama. Dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu. Dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah-marah kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya.
Mama memarkir motornya di seberang jalan. Ketika mama menyeberang jalan, tiba-tiba mobil itu lewat dengan kecepatan tinggi. Aku tidak sanggup melihatnya terlontar. Tante, aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak.Alika memeluk Wina dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit hatinya, tapi dia sangat dewasa.
Wina mengeluarkan selembar kertas yang ia print tadi pagi ......
"Angga mengirim email lagi tadi malam, dan tadinya aku ingin Lanie membacanya."
Dear Wina,
Selama setahun ini aku mulai merasakan Lanie berbeda, dia tidak lagi marah-marah dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba-tiba aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar, inikah tanda-tanda aku mulai mencintainya?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Wina. dan besok aku akan memberikan surprise untuknya. Aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak-anakku, tapi karena dia belahan jiwaku.Wina menatap Angga yang semakin ringkih, yang masih terduduk di samping nisan Lanie. Di wajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi Angga.
Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.Jakarta, 7 Januari 2009
(dedicated to my friend ........ may you rest in peace)
Kisah ini saya dapatkan dari sebuah milist kantor ......
saya share kisah ini karena sebagian ceritanya mirip pengalaman hidupku yang belum tahu akhirnya hehehehehe
Namun dibalik semua itu, cerita ini mampu menjadikan sebuah pembelajaran bagi seorang istri maupun suami untuk lebih mensyukuri apa yang dimiliki, lebih terbuka dengan pasangan, & bersedia menerima pasangan kita apa adanya.
No comments:
Post a Comment