WELCOME......WELCOME......WELCOME.....WELCOME......WELCOME......WELCOME ....... WELCOME ..... WELCOME ...... INDONESIA-BLOGGER

Saturday, March 28, 2015

AKU BEBAS DARINYA KARENA KEMATIAN, TETAPI AKU TAK PERNAH BISA BEBAS DARI CINTA TULUSNYA

.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan anggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia - sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari - hari yang ku jalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keingin untuk bersamanya. Di hari - hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, ibu dan mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang ngambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengarkan suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggslksnnya di laptopku tanpa me-log out, sekarang sku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari - jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja,  sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan terakhirnya pun tidak mau ku hapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih disana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maf pda Allah karena menyi-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yag tidak baik pada suami yyang begitu sempurna.  Sholatlah yanvg mampu meghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak - anak. Teman - temanku yang selama ini ku bela - belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit  dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah perduli, yang kuperdulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan uantuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu. Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak - anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja dimana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan ank - anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. Maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak - anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

seandainya aku bisa, aku ingin mendampingimu selamanya, sayang. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayangku susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayangku bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak - anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi - mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Mafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yg lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti ibu dan Farhan, ksatria pelindungku.  Jagalah ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapu kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!.

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanagerin oleh orang - orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berfikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak - anakku. Ketika orang tuaku dan mertuaku pergi satu per satu meninggalkanku selama - lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

kini kedua putra putriku berusia 23 tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang.  Putri kami bertany, "Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan gak bisa masak, gak bisa nyuci, gimana ya bu?"

Aku merangkulnya sambil berkata "Cinta  sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyalesaikannya atas nama cinta."

Putriku menatapku, "seperti cinta ibu untuk ayah? cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?" Aku menggeleng, "bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua."

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Itulah cerita nyata yang sangat sedih dan mengharukan, Semoga peristiwa ini bisa membuat kita belajar bersyukur dengan apa yang kita miliki, sebab :
Apa yang kita harapkan belum tentu kita dapatkan dan apa yang kita dapatkan belum tentu itu yang kita harapkan, Tapi percayalah Tuhan pasti memberikan kita yang terbaik.

Thursday, March 12, 2015

AKU BEBAS DARINYA KARENA KEMATIAN, TETAPI AKU TAK PERNAH BISA BEBAS DARI CINTA TULUSNYA

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar – benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci  suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain.  Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial  dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu – satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar - benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorang pun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu diatas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungi hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang - senang dengan teman - temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Aku pun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari 4 bulan, dokter pun menolak mengugurkannya. Itula kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak - anak tak terasa ber-ulang tahun ke-8. seperti pagi - pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak - anak sudah menugguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak - anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa memperdulikan kata - katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mall dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak - ank. tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak - anak menggoda ayahnya dengan ribut.  Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak - anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan - akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, aku pun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak ku sukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat  - ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

"Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka ku ambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku." katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphone ku kembali berbunyi dan meski masih kesal, aku pun mengangkatnya dengan setengah membentak. "Apalagi??"

"Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana ?" tanya suamiku cepat, kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suami ku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya salon yang sahabatku sabenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena "musuh"ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali - kali ku telepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, "Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak Armandi ?" kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asng itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu - tahu seluruh keluarga hadir disana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan magrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak - anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar - benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh prlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam masjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah ku perbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus ku konsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa uamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak ntuk ank - anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Ia pun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh - jauh dari tempat tinggal teman - temanku. 

Wednesday, March 4, 2015

JOMBLO ITU LEBIH MENYENANGKAN dan MENYEHATKAN

Kenapa sih masih jomblo aja? Apa belum nemu yang cocok? Atau karena masih ingin sendiri saja? Hmm, buat yang masih jomblo, mungkin pernah mendengar pertanyaan-pertanyaan yang semacam itu. Setiap wanita pasti punya alasan tersendiri kenapa masih memilih untuk tetap jomblo.

Predikat lajang, jomblo, atau singel seringkali dipandang sebagai status yang menyedihkan. Sebab selain terlihat sendirian, beberapa penelitian kesehatan menunjukkan bahwa orang yang menikah akan lebih panjang umur.


Namun ternyata hidup menjomblo pun mampu membawa manfaat kesehatan. Berikut adalah manfaat kesehatan yang bisa Anda dapatkan ketika hidup menjomblo :

Lebih Bugar
Ketika Anda menjomblo, maka Anda akan cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk merawat diri dan kesehatan Anda. Sementara mereka yang telah berpasangan akan lebih dipusingkan dengan urusan keluarga, hubungan, dll.

Tingkat Stress Berkurang
Terkadang ketika Anda berhubungan, pertengkaran menjadi suatu hal yang tidak akan terelakkan. Dan tanpa disadari pertengkaran ini mampu membuat Anda stres atau bahkan trauma. Hasilnya, stres ini bisa diikuti dengan meningkatnya risiko kanker, penyakit jantung, atau stroke.

Kehidupan Sosial Yang Dinamis
Saat Anda menikah, kehidupan sosial Anda terkadang bisa terganggu. Padahal selain dengan pasangan, Anda sendiri butuh bersosialisasi dengan orang lain baik teman, sahabat, ataupun keluarga. Kehidupan sosial ini sendiri mampu meningkatkan kesehatan mental, memperpanjang usia, dan meningkatkan kualitas hidup.

Meningkatnya Kesadaran Diri
Salah satu keuntungan menjadi lajang adalah Anda memiliki banyak waktu untuk berintrospeksi dan mengerti diri Anda sendiri. Hal inilah yang kemudian bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri yang termasuk juga dengan kesehatan.


Semoga bermanfaat bagi yang masih jomblo, ketika Anda bisa menikmati hidup sehat dan bahagia, Anda bisa menjadi magnet bagi para pria atau wanita untuk mendekati Anda :)