WELCOME......WELCOME......WELCOME.....WELCOME......WELCOME......WELCOME ....... WELCOME ..... WELCOME ...... INDONESIA-BLOGGER

Sunday, March 31, 2013

MAAFKAN IBU, MALAIKAT KECILKU ....

malam belum seberapa tua, mata ank sulung q blm juga bs dipejamkan.
beberapa buku telah habis kubacakan hingga aku merasa semakin lelah.
"kamu tidur dong Dila, Ibu capek nih baca buku terus, kamunya nggak tidur-tidur." pintaku.

ditatapnya dalam wajahku, lalu kedua tangannya yang lembut membelai pipiku.
Dan, oh Subhanallah, kehangatan terasa merasuki tubuhku ketika tanpa berkata-kata diciumnya kedua pipiku.
Tak lama, ia minta diantarkan pipis dan gosok gigi.
ia tertidur kemudian, sebelumnya diucapkannya salam dan maafnya untukku.
"Maafin kakak ya Bu. Selamat tidur." ujarnya lembut.

Kebiasaan itulah yang berlaku dikeluarga kami sebelum tidur.
Aku menghela nafas panjang sambil kuperhatikan si sulung yang kini telah beranjak sembilan tahun.
itu artinya telah sepuluh tahun usia pernikahanku dan suami.

Dentang waktu didinding telah beranjak menuju tengah malam.
Setengah dua belas lewat lima menit ketika terdengar dua ketukan di pintu.
itu ciri khas suamiku.
seperti katanya barusan di telepon, bahwa ia pulang terlambat karena ada urusan penting yang tak bisa ditunda besak.

Suamiku terkasih sudah dimuka pintu.
Cepat kubukakan pintu sambil menjawab salam.
"Anak-anak sudah tidur?" pertanyaan itu terlontar setelah ia bersih-bersih dan menghirup air hangat yang aku suguhkan.
"Sudah" jawabku singkat.

"Kamu capek sekali kelihatannya. Dila baik-baik saja?" Aku mengangguk.
"Aku memang capek. Tapi aku bahagia sekali, bahkan aku ingin seperti ini seterusnya."
Lelaki berusia tiga puluh tahun itu menatapku dengan sedikit bingung.
"akan selalu ada do'a untukmu, karena keikhlasanmu mengurus anak-anak dan suami tentunya.
Dan aku akan minta pada Allah untuk memberimu pahala yang banyak." hiburnya kemudian.

Aku tahu betapa ia penasaran ingin tahu apa yang hendak aku katakan, tapi ia tak mau memaksaku untuk bercerita.
Tak sanggup aku menahan gejolak perasaan dalam dada yang sepertinya hendak meledak.
Kurangkul erat tubuhnya.
"Maafkan aku mas." bisikku dalam hati.

Pagi ini udara begitu cerah.
Dila, sulungku yang semalam tidur paling akhir menjadi anak yang lebih dulu bangun pagi.
Bahkan ia membangunkan kami untuk sholat subuh bersama.
Mandi pagi pun tanpa dikomandoi lagi.
Dibantunya sang adik, Helmi, memakai celana.
Dila memang sangat terampil membantuku mengurus adiknya.
Tak hanya itu, menyapu halaman pun ia lakukan.
Tapi itu dengan catatan, kalau ia sedang benar-benar ingin melakukannya.
Kalau "angot"nya datang, wah .... wah .... wah ....

Inilah yang ingin aku ceritakan.
Dila kerap marah berlebihan tanpa sebab yang jelas, sampai membanting benda-benda didekatnya,
menggulingkan badan dilantai dan memaki dengan kata-kata kotor.

Memang aku pernah melakukan suatu kesalahan saat aku kesal menghadapi ulahnya.
Saking tak tertahannya kesalku, aku membanting pintu dan itu dilihatnya.
Wajar saja kalau akhirnya Dila meniru perbuatanku itu.
Penuh rasa kesal saat itu, aku berjanji untuk tidak melakukan hal itu kembali.
Kuberikan penjelasan pada Dila bahwa aku salah dan hal itu tak boleh ia lakukan.
Entah ia mengerti atau tidak.

Hari itu Dila bangun agak siang karena kebetulan hari minggu, pakaiannya basah kena ompol.
Padahal ia tak biasanya begitu.
segera saja kusuruhnya mandi.
Tapi Dila menolak, dengan alasan mau minum susu.
"Boleh, tapi setelah minum susu, kakak segera mandi ya karena baju kakak basah kena ompol" Dila menyetujui perjanjian itu.
Tapi belum lagi lima menit setelah habis susu segelas, ia berhambur keluar karena didengarnya teman-temannya sedang main.
Mandipun urung dikerjakan.
Aku masih mentolelir.
Tapi tak lama berselang "Kak Dila, Mandi dulu" aku setengah berteriak memanggilnya karena ia sudah berada diantara kerumunan anak yang sedang main.
"sebentar lagi bu, kakak mau lihat Nisa dulu" begitu jawabnya.

Aku masih belum bereaksi.
Kutinggal ia sebentar karena Helmi merengek minta susu.
Setelah membuatkan susu untuknya, aku keluar rumah lagi.
Kali ini menghampiri Dila.
"Waktumu sudah habis, sekarang kamu mandi" bisikku pelan ditelinganya.
Dila bereaksi menamparku keras,"nanti dlulu!" aku tersentak, mendadak emosiku membludak.
Aku balas menampar Dila hingga meninggalkan bekas merah di pipi kanannya.
Tanpa berkata-kata lagi, kuseret tangannya sekuat tenaga.
Dila terus meronta.
Kakiku digigitnya.
aku balas dengan mencubit.
Layaknya sebuah pertarungan besar kami saling memukul dan meninggikan suara.
Setibanya di kamar mandi Dila ku guyur berulang-ulang, kugosok badannya dengan keras,
kuberi sabun dan ku guyur lagi hingga ia tampak gelagapan.
Aku bener-benar kalap.
Selang beberapa menit kemudian, kukurung Dila dikamar mandi dalam keadaan masih tidak berpakaian.
Ia menggedor-gedor pintu minta dibukakan. Berulang kali ia memaki dan mengatakan akan mengadukan kepada ayah.

Tak berapa lama kemudian suara Dila melemah, hanya terdengar suara isak tangisnya.
Aku membukakan pintu dengan mengomel.
"makanya, kalau disuruh mandi jangan menolak, ibu sampe capek, daritadi kamu menolak mandi terus.
Awas ya kalau seperti ini lagi.
Ibu akan kunci kamu lebih lama lagi. Paham !", entah ia mengerti atau tidak.
Dila hanya menangis meski tidak lagi meraung.

Setelah rapi berpakaian, menyisir rambut dan makan.
Dila seolah melupakan kejadian itu.
ia pun asyik kembali main dengan teman-temannya.
Peristiwa itu tidak hanya satu dua kali terjadi.
Tidak hanya pada saya(ibunya) tapi juga pada ayahnya.
Tapi, cara suamiku memperlakukan Dila sangat berbeda.
Barangkali memang dasarnya aku yang tidak sabar menghadapi anak rewel.
Tiap kali itu terjadi, cara itulah yang aku lakukan untuk mengatasinya.
bahkan mungkin ada yang lebih keras lagi dari itu.

Tapi apa yang dilakukan Dila pada saya, Subhannallah, Dila tak pernah menceritakan perlakuanku terhadapnya kepada siapapun.
Seolah ia pendam sendiri dan tak ingin diketahui orang lain.
akupun tak pernah menceritakan kepada suami, kwatir kalau ia marah.

padahal Dila itu anak kandungku, anak yang keluar dari rahimku sendiri.
Aku kadang membencinya, tidak memperlakukan dia layaknya aku memperlakukan Helmi (adiknya).
Dila anak yang cerdas.
Selalu ceria, gemar menghibur teman-temannya dengan membacakan mereka buku yang tersedia dirumah. bahkan teman-temannya merasa kehilangan ketika Dila menginap dirumah neneknya walau hanya dua malam.

Belaian lembut tangan suamiku menyadarkan aku.
Kulepas pelukanku perlahan.
Tak sadar air mata menyelinap keluar membasahi pipi.
"Sudahlah, malam semakin larut. Ayo kita tidur' ajaknya lembut.
Aku berusaha menenangkan gemuruh dibatinku.
Astaghfirullah, aku beristighfar berulang kali.
"Aku mau tidur dekat Dila ya?" pintaku.
Lagi-lagi kearifan suamiku membuatku semakin merasa bersalah.
Kuhampiri Dila yang tampak pulas memeluk guling kesayangannya.
Siswa kelas tiga SD itu begitu baik hati.
Aku malu menjadi ibunya yang kerap memukul, berkata-kata dengan suara keras dan ...
oh ... Dila maafkan ibu.

Disisi Dila malaikat kecilku, aku bersujud di tengah malam.
"Ya Allah, melalui Dila, Engkau didik hambamu ini untuk menjadi ibu yang baik.
Akku bermohon ampunan kepada-Mu atas apa yang telah kulakukan pada keluargaku, pada Dila.
Beri hamba kesempatan memperbaiki kesalahan dan ingatkan hamba untuk tidak mengulanginya lagi.
Dila maafkan ibu nak, kamu banyak memberi pelajaran buat ibu."

Sebuah renungan untuk para ibu (termasuk saya didalamnya).
Semoga kita semakin menyayangi anak-anak dan memperlakukan mereka dengan baik. Sebagaimana diingatkan dalam sebuah hadits Nabi SAW agar manusia menyayangi anak-anaknya.
Ketika Aqra' bin Habis At Tamimi mengatakan bahwa ia memiliki sepuluh anak tapi tak pernah mencium salah seorang diantara mereka,
Rasullullah SAW bersabda "barang siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak disayangi" (HR. Bukhari dan Tirmizi)



from : Eramuskim
by gdz
sumber ; cerpen islami_[kisah islami]

2 comments: